Thursday, October 24, 2013

Tugas Kelompok Etika Profesi BSI Tentang Cyber Crime dan Cyber Law

5:11 PM



Anggota kelompok


Nama
Nim
Kemas eky saputra               
11110002
Arimbi sakifta
11110259
Hady sutrisno
11110279
Setyo rahman hakiki
11110083
Erlangga juliansyah
11110278
Cholil tanjung
1111



Pengertian Cyber Law
Cyber law adalah aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan
dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat memulai online dan memasuki dunia cyber atau maya.
Cyber Law sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law.

Perkembangan Cyberlaw di indonesia sendiri belum bisa di katakan maju. Hal ini diakibatkan oleh belum meratanya pengguna internet di indonesia. Berbeda dengan di amerika serikat yang telah menggunakan internet untuk memfasilitasi seluruh aspek kehidupan mereka. Oleh karena itu,perkembangan hukum dunia maya di amerika serikat pun sudah sangat maju di bandingkan dengan kita.

Kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan cyber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.

Landasan fundamental
Di dalam aspek yuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai hukum khusus, di mana terdapat komponen utama yang meng-cover persoalan yang ada di dalam dunai maya tersebut, yaitu :

  • Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait.Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
  • Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability (setiap kegiatan user di dalam jaringan akan direkam (logged) sehingga User tidak akan mencoba-coba untuk melanggar kebijakan keamanan karena identitas dan segala kegiatannya dapat dikenali sehingga mereka dapat dituntut secara hukum), tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
  • Aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber.
  • Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagioan dari sistemn atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
  • Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari setiap pengguna internet.
  • Aspek Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
  • Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Berdasarkan faktor faktor di atas, maka kita dapat melakukan penilaian untuk menjustifikasi (membenarkan, mempertanggungjawabkan). Sejauh mana perkembangan dari hukum yang mengatur sistem dan mekanisme internet di indonesia. Walaupun   belum dapat dikatakan merata, namun perkembangan internet di indonesia mengalami percepatan yang sangat tinggi serta memiliki jumlah pelanggan atau pihak yang mempergunakan jaringan internet terus meningkat sejak paruh tahun 90’an salah satu indikator untuk melihat bagaimana aplikasi hukum tentang internet di perlukan di indonesia adalah dengan banyaknya perusahaan yang menjadi provider untuk pengguna jasa internet di indonesia. Perusahaan perusahaan yang berperan sangat penting dalam memajukan perkembangan Cyber Law di indonesia di mana fungsi fungsi yang mereka lakukan seperti :


  • Perjanjian Aplikasi rekening internet.
  • Perjanjian pembuatan desain homepage komersial.
  • Perjanjian reseler penempatan data data di internet server.
  • Penawaran penawaran penjualan produk komersial melalui internet.
  • Pemberian informasi yang di update setiap hari oleh homepage komersial.
  • Pemberian pendapat atau poling online melalui internet.
Merupakan faktor dan tindakan yang dapat digolongkan sebagai tindakan yang berhubungan dengan aplikasi hukum tentang cyber di Indonesia. Oleh sebab itu ada baiknya didalam perkembangan selanjutnya agar setiap pemberi jasa atau pengguna internet dapat terjamin maka hukum tentang internet perlu dikembangkan serta dikaji sebagai sebuah hukum yang memiliki displin tersendiri di Indonesia.


Pengertian CyberCrime


Cybercrime adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet.


Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.


Karakteristik CyberCrime


Dalam perkembangannya kejahatan konvensional cybercrime dikenal dengan :


1. Kejahatan kerah biru.


Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.


2. Kejahatan kerah putih.


Kejahatan kerah putih merujuk pada kejahatan yang umumnya dilakukan di dunia bisnis atau birokrasi.

Jenis kejahatan semacam itu diantaranya termasuk penggelapan, penipuan, atau korupsi.
Ahli kriminologi dan sosiologi, Edwin Sutherland, menciptakan istilah ini dalam sebuah pidato pada tahun 1939.

Sutherland mengemukakan bahwa orang lebih cenderung untuk melakukan kejahatan ketika mereka dikelilingi oleh orang yang memiliki perilaku kriminal.

Seorang kriminal kerah putih dianggap memiliki peluang kecil melakukan kejahatan lain, sehingga pengadilan cenderung menjatuhkan hukuman lebih ringan dari kejahatan yang melibatkan kekerasan.
Saat ini, definisi kejahatan kerah putih juga merujuk kepada status sosial ekonomi dari orang yang melakukan kejahatan.
Seseorang dari kelas menengah atau atas ketika melakukan kejahatan cenderung dianggap melakukan kejahatan kerah putih.
penjahat kerah putih 150x150 Apa itu Penjahat Kerah Putih? Definisi Kejahatan Kerah Putih 

Namun, jika kejahatan itu melibatkan kekerasan julukan kerah putih akan sirna meskipun dilakukan oleh golongan kelas atas.

Terdapat kecenderungan kejahatan kerah putih dihukum lebih ringan dibanding kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan atau pembunuhan.
Namun, kejahatan kerah putih seperti penggelapan atau pencurian dana perusahaan sebenarnya membahayakan (merugikan) lebih banyak orang.
Kejahatan kerah putih cenderung terjadi di antara mereka yang memiliki kelas sosial ekonomi tinggi.
Hal ini akan menguntungkan bagi para kriminal kerah putih, sebab mereka bisa menyewa pengacara handal untuk membela dan meringankan hukuman mereka.

Umumnya, penjahat kerah putih juga ditempatkan dalam sebuah penjara dengan keamanan minimum.

Lingkungan seperti itu menawarkan kebebasan yang lebih besar sehingga para tahanan kerah putih berpotensi tetap menikmati berbagai fasilitas meskipun berada di dalam penjara.

Meskipun nampaknya tidak terdapat korban secara langsung, kejahatan kerah putih seperti korupsi berpotensi merugikan lebih banyak orang sekaligus menimbulkan kerugian jangka panjang.


Cybercrime memiliki karakteristik unik yaitu :


1. Ruang lingkup kejahatan


2. Sifat kejahatan


3. Pelaku kejahatan


4. Modus kejahatan


5. Jenis kerugian yang ditimbulkan


Dari beberapa karakteristik diatas, untuk mempermudah penanganannya maka


cybercrime diklasifikasikan :


  • Cyberpiracy : Penggunaan teknologi computer untuk mencetak ulang software atau informasi, lalu mendistribusikan informasi atau software tersebut lewat teknologi komputer.
  • Cybertrespass : Penggunaan teknologi computer untuk meningkatkan akses pada system computer suatu organisasi atau indifidu.
  • Cybervandalism : Penggunaan teknologi computer untuk membuat program yang menganggu proses transmisi elektronik, dan menghancurkan data dikomputer.

Perkembangan CyberCrime

A. Perkembangan cyber crime di dunia

Awal mula penyerangan didunia Cyber pada tahun 1988 yang lebih dikenal dengan istilah:


Cyber Attack. Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang berhasil menciptakan sebuah worm atau virus yang menyerang program computer dan mematikan sekitar 10% dari seluruh jumlah komputer di dunia yang terhubung ke internet. Pada tahun 1994 seorang bocah sekolah musik yang berusia 16 tahun yang bernama Richard Pryce, atau yang lebih dikenal sebagai “The hacker” alias “Datastream Cowboy”, ditahan lantaran masuk secara ilegal ke dalam ratusan sistem komputer rahasia termasuk pusat data dari Griffits Air Force, NASA dan Korean Atomic Research Institute atau badan penelitian atom Korea. Dalam interogasinya dengan FBI, ia mengaku belajar hacking dan cracking dari seseorang yang dikenalnya lewat internet dan menjadikannya seorang mentor, yang memiliki julukan “Kuji“. Hebatnya, hingga saat ini sang mentor pun tidak pernah diketahui keberadaannya.


B. Perkembangan cyber crime di Indonesia


Di Indonesia sendiri juga sebenarnya prestasi dalam bidang cyber crime ini patut diacungi dua jempol. Walau di dunia nyata kita dianggap sebagai salah satu negara terbelakang, namun prestasi yang sangat gemilang telah berhasil ditorehkan oleh para hacker, cracker dan carder lokal.


Virus komputer yang dulunya banyak diproduksi di US dan Eropa sepertinya juga mengalami “outsourcing” dan globalisasi. Di tahun 1986 – 2003, epicenter virus computer dideteksi kebanyakan berasal dari Eropa dan Amerika dan beberapa negara lainnya seperti Jepang, Australia, dan India. Namun hasil penelitian mengatakan di beberapa tahun mendatang Mexico, India dan Africa yang akan menjadi epicenter virus terbesar di dunia, dan juga bayangkan, Indonesia juga termasuk dalam 10 besar.


Seterusnya 5 tahun belakangan ini China , Eropa, dan Brazil yang meneruskan perkembangan virus2 yang saat ini mengancam komputer kita semua… dan gak akan lama lagi Indonesia akan terkenal namun dengan nama yang kurang bagus… alasannya? mungkin pemerintah kurang ketat dalam pengontrolan dalam dunia cyber, terus terang para hacker di Amerika gak akan berani untuk bergerak karna pengaturan yang ketat dan system kontrol yang lebih high-tech lagi yang dipunyai pemerintah Amerika Serikat


C. Perkiraan perkembangan cyber crime di masa depan


Dapat diperkirakan perkembangan kejahatan cyber kedepan akan semakin

meningkat seiring dengan perkembangan teknologi atau globalisasi dibidang teknologi
informasi dan komunikasi, sebagai berikut :

Denial of Service Attack.

Serangan tujuan ini adalah untuk memacetkan system dengan mengganggu akses dari pengguna jasa internet yang sah. Taktik yang digunakan adalah dengan mengirim atau membanjiri situs web dengan data sampah yang tidak perlu bagi orang yang dituju. Pemilik situs web menderita kerugian, karena untuk mengendalikan atau mengontrol kembali situs web tersebut dapat memakan waktu tidak sedikit yang menguras tenaga dan energi.

Hate sites.

Situs ini sering digunakan oleh hackers untuk saling menyerang dan melontarkan komentar-komentar yang tidak sopan dan vulgar yang dikelola oleh para “ekstrimis” untuk menyerang pihak-pihak yang tidak disenanginya. Penyerangan terhadap lawan atau opponent ini sering mengangkat pada isu-isu rasial, perang program dan promosi kebijakan ataupun suatu pandangan (isme) yang dianut oleh seseorang / kelompok, bangsa dan negara untuk bisa dibaca serta dipahami orang atau pihak lain sebagai “pesan” yang disampaikan.

Cyber Stalking

adalah segala bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki oleh user atau junk e-mail yang sering memakai folder serta tidak jarang dengan pemaksaan. Walaupun e-mail “sampah” ini tidak dikehendaki oleh para user.

Jenis-jenis Cybercrime


A. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan jenis aktivitasnya

Unauthorized Access to Computer System and Service

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet.

Kita tentu tidak lupa ketika masalah Timor Timur sedang hangat-hangatnya dibicarakan di tingkat internasional, beberapa website milik pemerintah RI dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999). Beberapa waktu lalu, hacker juga telah berhasil menembus masuk ke dalam database berisi data para pengguna jasa America Online (AOL), sebuah perusahaan Amerika Serikat yang bergerak dibidang e-commerce, yang memiliki tingkat kerahasiaan tinggi (Indonesian Observer, 26/06/2000). Situs Federal Bureau of Investigation (FBI) juga tidak luput dari serangan para hacker, yang mengakibatkan tidak berfungsinya situs ini dalam beberapa waktu lamanya.


Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.

Data Forgery

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.

Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu system yang computerized.

Cyber Sabotage and Extortion

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism.

Offense against Intellectual Property

Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.

Infringements of Privacy

Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materilmaupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakittersembunyi dan sebagainya.

Cracking

Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.

Carding

berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan pelakunya adalah “carder”. Sebutan lain untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan di dunia maya.

Hacking

menerobos program komputer milik orang/pihak lain. Hacker adalah orang yang gemar ngoprek komputer, memiliki keahlian membuat dan membaca program tertentu dan terobsesi mengamati keamanan (security)-nya.

Cracking

hacking untuk tujuan jahat. Sebutan untuk “cracker” adalah “hacker” bertopi hitam (black hat hacker). Berbeda dengan “carder” yang hanya mengintip kartu kredit, “cracker” mengintip simpanan para nasabah di berbagai bank atau pusat data sensitif lainnya untuk keuntungan diri sendiri. Meski sama-sama menerobos keamanan komputer orang lain, “hacker” lebih fokus pada prosesnya. Sedangkan “cracker” lebih fokus untuk menikmati hasilnya.

Defacing 

kegiatan mengubah halaman situs/website pihak lain, seperti yang terjadi pada situs Menkominfo dan Partai Golkar, BI baru-baru ini dan situs KPU saat pemilu 2004 lalu. Tindakan deface ada yang semata-mata iseng, unjuk kebolehan, pamer kemampuan membuat program, tapi ada juga yang jahat, untuk mencuri data dan dijual kepada pihak lain.

Phising 
kegiatan memancing pemakai komputer di internet (user) agar mau memberikan informasi data diri pemakai (username) dan kata sandinya (password) pada suatu website yang sudah di-deface. Phising biasanya diarahkan kepada pengguna online banking. Isian data pemakai dan password yang vital.


Spamming
adalah pengiriman berita atau iklan lewat surat elektronik (e-mail) yang tak dikehendaki. Spam sering disebut juga sebagai bulk e-mail atau junk e-mail alias “sampah”.


Malware

program komputer yang mencari kelemahan dari suatu software. Umumnya malware diciptakan untuk membobol atau merusak suatu software atau operating system. Malware terdiri dari berbagai macam, yaitu: virus, worm, trojan horse, adware, browser hijacker, dll.

Dan juga masih banyak kejahatan kejahatan lain di dunia maya/internet.

.

B. Jenis-jenis cybercrime berdasarkan motif Cybercrime terbagi menjadi 2 yaitu:

  • Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni :
    Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
  • Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu :
    Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.

   Selain dua jenis diatas cybercrime berdasarkan motif, terbagi lagi menjadi


  • Cybercrime yang menyerang individu : Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
  • Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik) : Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
  • Cybercrime yang menyerang pemerintah : Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.

Undang - Undang ITE Di Indonesia

Pada tanggal 25 maret 2008 pemerintah melalui departemen komunikasi dan informasi (DEPKOMINFO) telah mengesahkan undang undang baru tentang informasi dan transaksi (UU ITE) atau cyberlaw-nya indonesia.

Indonesia telah resmi mempunyai undang undang untuk mengatur orang orang yang tidak bertanggung jawab dalam dunia maya.Di berlakukannya undang undang ini membuat oknum oknum nakal ketakutan karena denda yang di berikan apabila memlanggar tidak sedikit kira kira sekitar 1 miliar rupiah.

Total ada 13 bab dan 45 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. Sebagaian orang menolak adanya Undang undang ini,
tapi tidak sedikit yang mendukung Undang undang ini.

Dan di bandingkan dengan negara negara lain, indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam hal pengaturan UU ITE. undang undang yang mengatur ITE di indonesia dikenal dengan nama Cyber Law.

Cyber law adalah aturan hukum atau legalitas yang mengatur semua kegiatan di internettermasuk ganjaran bagi yang melanggarnya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat.

Berikut Undang Undang (UU ITE) Di indonesia.





Secara garis besar UU ITE mengatur hal-hal sebagai berikut :
  • Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan konvensional
    (tinta basah dan bermaterai). Sesuai dengan e-ASEAN Framework Guidelines (pengakuan tanda tangan digital lintas batas).
  • Alat bukti elektronik diakui seperti alat bukti lainnya yang diatur dalam KUHP.
  • UU ITE berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar Indonesia yang memiliki akibat hukum di Indonesia.
  • Pengaturan Nama domain dan Hak Kekayaan Intelektual.
  • Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37):
o Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan)
o Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan Permusuhan)
o Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakut-nakuti)
o Pasal 30 (Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking)
o Pasal 31 (Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi)
o Pasal 32 (Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia)
o Pasal 33 (Virus?, Membuat Sistem Tidak Bekerja (DOS?))
o Pasal 35 (Menjadikan Seolah Dokumen Otentik (phising?))




PEMBAHASAN KELOMPOK KAMI TENTANG


ILEGAL GAMBLING





Definisi Gambling

Perjudian di dunia maya semakin global sulit dijerat sebagai pelanggaran hukum apabila hanya memakai hukum nasional suatu Negara berdasarkan pada locus delicti atau tempat kejadian perkara, karena para pelaku dengan mudah dapat memindahkan tempat permainan judi dengan sarana komputer yang dimilikinya secara mobile. Setiap prilaku manusia pada dasarnya melibatkan pilihan-pilihan untuk merespon membiarkan suatu situasi berlalu begitu saja. Pada umumnya setiap pilihan yang diambil akan membawa kepada suatu hasil yang hampir pasti atau dapat diramalkan. Namun demikian ada kalanya pilihan tersebut jatuh pada sesuatu yang tidak dapat diramalkan hasilnya. Jika pilihan yang diambil jatuh pada hal yang demikian maka dapat dikatakan bahwa kita telah memberikan peluang untuk kehilangan sesuatu yang berharga. Dengan kata lain kita telah terlibat dalam suatu “perjudian” (gambling).

Perjudian (gambling) dalam kamus Webster didefinisikan sebagai suatu kegiatanyang melibatkan elemen risiko. Dan risiko didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya suatu kerugian. Sementara Robert Carson & James Butcher (1992) dalam buku Abnormal Psychology and Modern Life ”mendefinisikan perjudian sebagai memasang taruhan atas suatu permainan atau kejadian tertentu dengan harapan memperoleh suatu hasil atau keuntungan yang besar. Apa yang dipertaruhkan dapat saja berupa uang, barang berharga, makanan, dan lain-lain yang dianggap memiliki nilai tinggi dalam suatu komunitas”.


Definisi serupa dikemukakan oleh Stephen Lea, dkk dalam buku The Individual in the Economy, A Textbook of Economic Psychology (1987). Menurut mereka “perjudian tidak lain dan tidak bukan adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung resiko”

Pengertian Gambling


Gambling atau judi biasanya dilakukan di dunia nyata dengan uang dan pemain (pejudi) yang real. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi internet, banyak perjudian yang dilakukan secara online.Perjudian di dunia maya sulit dijerat sebagai pelanggaran hukum apabila hanya memakai hukum nasional suatu negara layaknya di dunia nyata. Hal ini disebabkan tidak jelasnya tempat kejadian perkara karena para pelaku dengan mudah dapat memindahkan tempat permainan judi mereka dengan sarana komputer dan internet. Parahnya, kegiatan gambling tidak hanya berhenti dalam persoalan judi. Gambling juga memicu kejahatan lainnya seperti pengedaran narkoba, perdagangan senjata gelap, dll. Uang yang dihasilkan dari kegiatan gambling dapat diputar kembali di negara yang merupakan the tax haven, seperti Cayman Island yang juga merupakan surga bagi para pelaku money laundering. Indonesia sering pula dijadikan oleh pelaku sebagai negara tujuan pencucian uang yang diperoleh dari hasil kejahatan berskala internasional.Upaya mengantisipasinya adalah diterbitkannya UU No. 15 tahun 2002 tentang pencucian uang. Salah satu perjudian online yang marak diberbagai kalangan pada saat ini adalah pocker. Game online yang juga disediakan oleh jejaring sosial yang paling banyak digunakan saat ini memicu para pemain bukan hanya berkutat di depan komputer dan berlama-lama dalam cyberspace tetapi juga memicu tindakan kejahatan lainnya, antara lain menggunakan account orang lain dengan cara curang (cyber tresspass) demi mencuri chip pocker.




Di dunia barat perilaku berjudi sudah dikenal sejak jaman yunani kuno. Keanekaragaman permainan judi dan tekniknya yang sangat mudah membuat perjudian dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.Dilihat dari sisi dnuia nyata ataupun dunia maya perjudian tidak lain dan tidak bukan adala suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilanga sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung resiko. 


  1. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dan imbalan lainnya yang dianggap berharga. 
  2. Risiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian di masa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
  3. Risiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi.
Krakteristik Gambling

Gambling merupakan kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet dan memiliki karakteristiki seperti penjudian,yang mana bisa menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan komunitas gambling.Para pelaku jenis ini biasanya digambarkan dalam bentuk orang-orang dari kelas menengah keatas yang berpenghasilan besar.

Ruang lingkup kejahatan dari gambling ini adalah bersifat global. Gambling sering kali dilakukan secara transnasional melintasi batas antar Negara sehingga sulit dipastikan yuridiksi hukum Negara mana yang berlaku terhadapnya.karakteristik internet dimana orang dapat berlalu lalang tanpa identitas sangat memungkinkan terjadinya berbagai aktifitas jahat yang tidak tersentuh hukum. Mengenai pelaku kejahatan, jika pelaku kejahatan konvensional mudah diidentifikasikan dan memiliki tipe tertentu, maka pelaku gambling bersifat lebih menyeluruh. Secara khususnya yang mengguanakan gambling ini yang mengetahui dunia gambling, pelaku penjudi tersebut mayoritas orang dewasa yang mempunyai penghasilan tinggi.

Bahwa kerugian yang ditimbulkan dari kejahatan ini pun bersifat material, harga diri,martabat Dimasa mendatang kejahatan semacam ini dapat mengganggu perekonomian si pelaku gambling ini dan perekonomian nasional melalui jaringan infra struktur yang berbasis teknologi elektronik.


Faktor Faktor Terjadinya Gambling

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Berjudi Bahwa perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi sipenjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh parapenjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil penelitian lintasbudaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh beberapa faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. faktor tersebut adalah:

  1. Faktor Sosial dan Ekonomi 
    Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap  sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu, peminatnya justru lebih banyak dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.
  2. Faktor Situasional 
    Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang “seolah-olah” dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan atau mengagung-agungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.
  3. Faktor Belajar
    Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah/sesuatu yang menyenangkan.
  4. Faktor Persepsi tentang Probabilitas Kemenangan
    Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluang tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak mereka selalu tertanam pikiran: “kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya”.
  5. Faktor Persepsi terhadap Ketrampilan teknologi
    Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan/kemenangan dalam permainan judi adalah karena ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.
Faktor-faktor yang menunjang ketagihan Gambling/judi


Seperti telah dikemukakan dibagian terdahulu, bagaimana seseorang yang tadinya hanya melakukan permainan judi untuk sekedar iseng untuk melewati waktu luang, dan akhirnya terpuruk menjadi penjudi yang ketagihan dan lebih parah lagi menjadi penjudi yang sarat problem, baik kejiwaan maupun struktur keuangan, serta kacaunya stuktur kewajiban (kerja, keluarga dan sebagainya).

Permainan judi ada yang ‘halus’ seperti pacuan kuda, balap mobil,arena tinju, sepak bola, dan sebagainya. Tetapi ada yang ‘kasar’ yang nyata-nyata kelihatan berjudi langsung dengan uang dan dapat hadiah uang, seperti gapleh, togel, roulette, lottre dan sebagainya. Maka tingkat ketagihan tiap orang punya gradasi tersendiri, serta pengaruhnya terhadap segala segi kehidupannya.

Macam-macam pengaruh Gambling
  1. Pengaruh pergaulanPengaruh pergaulan banyak terjadi seseorang yang mempunyai teman hobby judi, maka lambat laun dirinya akan juga terjun untuk coba ikut main, dan jika tidak segera disadari, tidak tertutup kemungkinan akan menjadi penjudi yang ketagihan.
  2. Tingginya mendapat hadiah (uang)Hal ini mempengaruhi orang misalnya: lotre lebih menarik bilamana hadiahnya lebih tinggi, seperti di Amerika sampai ratusan juta dollar. Dimana hal ini membuat orang tergoda untuk menghayal menjadi pemenangnya.
  3. Terpengaruh dengan sugestibagaimana seorang pemula masuk ke casino, maka akan mendapat buku panduan, seolah untuk main judi menjadi hal yang mudah untuk menang, jika dipelajari dan dikuasi permainannya. Dan dipandu untuk terus mencoba, dan mencoba. Sekali-kali menang, padahal lebih sering kalahnya.

Prilaku Gambling

Apakah Prilaku Berjudi termasuk Prilaku Pathologis?

Untuk memahami apakah perilaku berjudi termasuk dalam perilaku yang patologis, diperlukan suatu pemahaman tentang kadar atau tingkatan penjudi tersebut. Hal ini penting mengingat bahwa perilaku berjudi termasuk dalam kategori perilaku yang memiliki kesamaan dengan pola perilaku adiksi. Menurut Papu (2002), pada dasarnya ada tiga tingkatan atau tipe penjudi, yaitu: 
  1. Social Gambler
    Penjudi tingkat pertama adalah para penjudi yang masuk dalam kategori "normal" atau seringkali disebut social gambler, yaitu penjudi yang sekali-sekali pernah ikut membeli lottery (kupon undian), bertaruh dalam pacuan kuda, bertaruh dalam pertandingan bola, permainan kartu atau yang lainnya. Penjudi tipe ini pada umumnya tidak memiliki efek yang negatif terhadap diri maupun komunitasnya, karena mereka pada umumnya masih dapat mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Perjudian bagi mereka dianggap sebagai pengisi waktu atau hiburan semata dan tidak mempertaruhkan sebagian besar pendapatan mereka ke dalam perjudian. Keterlibatan mereka dalam perjudian pun seringkali karena ingin bersosialisasi dengan teman atau keluarga. Di negara-negara yang melegalkan praktek perjudian dan masyarakat terbuka terhadap suatu penelitian seperti di USA, jumlah populasi penjudi tingkat pertama ini diperkirakan mencapai lebih dari 90% dari orang dewasa.
  2. Problem Gambler
    Penjudi tingkat kedua disebut sebagai penjudi "bermasalah" atau problem gambler, yaitu perilaku berjudi yang dapat menyebabkan terganggunya kehidupan pribadi, keluarga maupun karir, meskipun belum ada indikasi bahwa mereka mengalami suatu gangguan kejiwaan (National Council on Problem Gambling USA, 1997). Para penjudi jenis ini seringkali melakukan perjudian sebagai cara untuk melarikan diri dari berbagai masalah kehidupan. Penjudi bermasalah ini sebenarnya sangat berpotensi untuk masuk ke dalam tingkatan penjudi yang paling tinggi yang disebut penjudi patologis jika tidak segera disadari dan diambil tindakan terhadap masalah-masalah yang sebenarnya sedang dihadapi. Menurut penelitian Shaffer, Hall, dan Vanderbilt (1999) yang dimuat dalam website Harvard Medical School ada 3,9% orang dewasa di Amerika Bagian Utara yang termasuk dalam kategori penjudi tingkat kedua ini dan 5% dari jumlah tersebut akhirnya menjadi penjudi patologis.
  3. Pathological Gambler
    Penjudi tingkat ketiga disebut sebagai penjudi "patologi" atau pathological gambler atau compulsive gambler. Ciri-ciri penjudi tipe ini adalah ketidakmampuannya melepaskan diri dari dorongan-dorongan untuk berjudi. Mereka sangat terobsesi untuk berjudi dan secara terus-menerus terjadi peningkatan frekuensi berjudi dan jumlah taruhan, tanpa dapat mempertimbangkan akibat-akibat negatif yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut, baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, karir, hubungan sosial atau lingkungan disekitarnya. American Psychiatric Association atau APA mendefinisikan ciri-ciri pathological gambling sebagai berikut: "The essential features of pathological gambling are a continuous or periodic loss of control over gambling; a progression, in gambling frequency and amounts wagered, in the preoccupation with gambling and in obtaining monies with which to gamble; and a continuation of gambling involvement despite adverse consequences". 

    Meskipun pola perilaku berjudi ini tidak melibatkan ketergantungan terhadap suatu zat kimia tertentu, namun menurut para ahli, perilaku berjudi yang sudah masuk dalam tingkatan ketiga dapat digolongkan sebagai suatu perilaku yang bersifat adiksi (addictive disorder). DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders-fourth edition) yang dikeluarkan oleh APA menggolongkan pathological gambling ke dalam gangguan mental yang disebut Impulse Control Disorder. Menurut DSM-IV tersebut diperkirakan 1% - 3% dari populasi orang dewasa mengalami gangguan ini. Individu yang didiagnosa mengalami gangguan perilaku jenis ini seringkali diidentifikasi sebagai orang yang sangat kompetitif, sangat memerlukan persetujuan atau pendapat orang lain dan rentan terhadap bentuk perilaku adiksi yang lain. Individu yang sudah masuk dalam kategori penjudi patologis seringkali diiringi dengan masalah-masalah kesehatan dan emosional. Masalah-masalah tersebut misalnya kecanduan obat (Napza), alkoholik, penyakit saluran pencernaan dan pernafasan, depresi, atau masalah yang berhubungan dengan fungsi seksual (Pasternak dan Fleming, 1999). 
CONTOH CONTOH ILLEGAL GAMBLING




  1. http://www.bet888win.com/2012-08-11-04-49-56/online-casino.html

  2. http://www.168gdc.com/OLTGames/index.jsp

  3. https://www.clubvegas999.com/

  4. http://togelonline.org/

  5. http://www.togelonline.net/

  6. http://www.sportbookie7.com/


Beberapa fase yang bisa dibedakan sampai dengan berkembangan pada ketagihan dari judi.

  1. Fase Induksi dan Fase Adopsi
    Fase Induksi perkenalan dengan dunia perjudian, biasanya masih kala usia masih muda dengan orientasi, dan pengaruh pergaulan. Fase Adopsi Mengambil kebiasaan atau kebiasaan (melewati waktu luang, atau iseng). Moment ini yang menentukan terus atau tidak bermain judi.
  2. Fase dari promosi
    Fase dari promosi ini sudah menjadi pilihan untuk mau main judi. Jadi behaviornya (kelakuan) untuk main sudah jadi kesibukannya, karena ada motivasi pribadi yang diharapkan untuk terwujud.
  3. Fase ketagihan
    Perubahan tingkah laku dari bisa kontrol menjadi ketagihan judi. Dalam literatur yang paling banyak di pakai mengenai perkembangan ketagihan dengan judi, fase menang, fase kalah dan fase putus asa, dimana aksennya dalam situasi keuangan dan si penjudi.
  4. Fase Memulainya
    fase ini penting untuk sipemain untungnya.Makanya dalam perjudian banyak dipakai kata, “beginers luck”, Jika padapermulaannya sudah menderita kalah, maka dia tidak begitu tertarik lagi untukmain seterusnya. Karena harga diri tidak bisa menerimanya. Kalau pemain sesuaidengan harapannya, dia dalam fase menang.
  5. Fase Menang
    fase ini mempunyai pendirian tertentu. Pertama dia main dengan uang kecil tetapi ini cepat prosesnya dengan main besar. Nilai uang menjadi lain untuk si pemain dan uang menang menjadi status. Ini menjadi dorongan ingin menjadi lebih baik lama kelamaan menjadi integrasi dengan kelakuanrnya. Main judi belum merugikan dirinya umumnya si pemain kehilangan realitas dengan suksesnya dan merasa hebat dengan wawasannya mengenai permainan judi. Tetapi moment tertentu krusial fase berikutnya datang fase penjudi menang dengan ciri:

    a. Sekali- kali main judi, bertahap semakin sering bermain.

    b. Sering menang, mendapat rasa senang dan tergiur lebih sering pergi bermain

    c. Taruhannya jadi lebih tinggi, untuk pemenuhan ambisi mendapat keuntungan besar.

    d. Fantasi mengenai kemenangan, menyombongkan diri mengenai hasilnya.

    e. Optimis yang tak pantas.
  6. Fase kalah
    Fase ini si pemain sudah mulai sering kalah, diamulai mendapat perasaan bahwa dia juga bisa kalah, dengan ini harga dirinya mulai kacau. Dia hanya melihat jalan satu-satunya bermain lebih intensif, dengan harapan kekalahannya atau kerugiannya bisa kembali. Jika disinggung tentang kelakuannya bermain judi dia akan merasa tersinggung, marah dan akhirnya memperlihatkan kelakuan yang menyakitkan, seperti berbohong, menipu,dan memikir jalan keluar di sembunyikan. Problem paling besar itu bagaimana mendapat uang supaya bisa main judi. Banyak pemain dalam fase ini meminjam uang di bank, teman, korupsi untuk bisa main. Ini akan terjadi kumulatif dan terjadi fase baru untuk dia. Ciri dari fase penjudi kalah dengan ciri:
    a. Periode panjang dengan selalu kalah
    b. Hanya judi yang ada dalam pikirannya

    c. Merahasiakan / kebohongan., kehilangan kontrol diri

    d. Di rumah tidak menyenangkan (pemarah, mudah tersinggung, mengambil barang)

    e. Pinjam uang besar legal dan illegal

    f. Pembayaran utang di tunda atau sama sekali tidak membayar

    g. Perubahan pribadinya seperti (tarik diri, malas bekerja. Tidak bertanggung jawab pada kewajiban)

    h. Kehilangan waktu untuk relasi dan keluarga

    i. Tidak bisa berhenti lagi, ketagihan berat.
Pemulihan dari Ketagihan Gambling

Dengan pemulihan dari ketagihan main judi masih ada beberapa fase yang bisa dibedakan menjadi fase kritik, fase pemulihan dan fase membangun hidup baru. Dari perasaan putus asa, hutang, ditangkap atau masuk penjara, pikiran bunuh diri dan akibat dari negatif, pecandu judi ini terpaksa harus memilih untuk bisa menjalani kehidupan masa depannya. Permintaan pertolongan dari pecandu ini, biasa dilakukan baik secara langsung atau‘malu-malu’.

1. Fase kritik menjadi fase pemulihan

    Fase ini bisa dilihat dari:

       a. Beberapa tanggung jawab yang diberikan pada pecandu, di ambil alih.
       b. Menguasai realisme keterlaluan, pemilihan untuk berhenti bisa dibuatnya.
       c. Pikiran menjadi lebih jernih, dengan membicarakan pada orang dekat.
       d. Problem pertama mulai di solusikan, seperti mencari kesibukan, sehingga waktu habis untuk bekerja.

2. Fase Pemulihan, membangun hidup baru

 a. Membuat planing pemulihan (mencicil pembayaran hutang, pembenahan jadwal kegiatan dan sebagainya)
 b. Membuat daftar bagan kekuatan dan kelemahan, dan berusaha untuk konsekuen dan memilahnya untuk
     menghindari dari terjebak kembali

 c. Membuat skala prioritas yang berkaitan dengan aktifitas hidup
 
 d. Membuat kepercayaan dari lingkungan, untuk kembali membaik relasi dengan pasangan dan keluarga,
     serta famili.
 
 e. Terjadi interes yang baru, dan merasa lebih relaks dan bahagia dalam hidup



Penanggulangan Gambling Secara Hukum Perjudian adalah suatu bentuk patologi sosial.   


Perjudian menjadi ancaman yang nyata atau potensil terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek materiel-spiritual. Oleh karena itu perjudiaan harus ditanggulangi dengan cara yang rasional. Salah satu usaha yang rasional tersebut adalah dengan pendekatan kebijakan penegakan hukum pidana.

Permasalahan yang dihadapi yaitu apakah kebijakan hukum pidana di Indonesia yang ada saat ini telah memadai dalam rangka menanggulangi perjudian dan bagaimana kebijakan aplikatif hukum pidana. Serta bagaimana kebijakan formulasi hukum pidana di masa yang akan datang untuk menanggulangi tindak pidana perjudian.

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia.
Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian terhadap data sekunder.

Pengaturan tentang tindak pidana perjudian telah diatur dalam Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) sesuai dengan perubahan oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian.
Namun kebijakan formulasi peraturan perundangan-undangan mempunyai beberapa kelemahan. Pada tahap aplikatif hakim tidak bebas untuk menentukan jenis-jenis sanksi pidana yang akan dikenakan terhadap pembuat tindak pidana perjudian.

Hal ini disebabkan sistem minimum umum dan sistem maksimum umum yang di anut oleh KUHP, sehingga apapun jenis sanksi pidana yang tertuang dalam undang-undang harus diterapkan oleh hakim. Kebijakan penanggulangan tindak pidana perjudian di masa yang akan datang tetap harus dilakukan dengan sarana penal. Kebijakan formulasi hukum pidana harus lebih optimal dan mampu untuk menjangkau perkembangan tindak pidana perjudian dengan bersaranakan teknologi canggih.

UUD IT TENTANG PERJUDIAN ONLINE

pemerintah mencantumkan larangan akan perjudian melalui internet dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tahun 2008 pada bab vii tentang "Perbuatan Yang Dilarang" Pasal 27 ayat (2) yang berbunyi:

" Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian."

Tercatat jelas dalam buku Undang-Undang ITE tentang hukuman atau tindak pidana yang akan diberikan apabila seseorang melakukan perjudian melalui internet, dan tidak hanya tindak pidana hukum yang tertulis pada undang-undang tersebut, akan tetapi tentang tata cara penyidikan, dan pencantuman barang bukti melakukan perjudian melalui internet sudah di cantumkan secara terperinci dalam undang-undang tersebut. Berikut butir-butir pasal yang mengatakan tentang perjudian melalui internet.


BAB III tentang "Informasi, Dokumen, dan Tanda Tangan Elektronik

Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang berbunyi:

 (1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. 

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagai dimaksudkan pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

BAB X tentang "Penyidikan" 

Pasal 43 ayat (3) yang berbunyi:

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terjadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan tertinggi setempat.

BAB XI tentang "Ketentuan Pidana"

Pasal 45 ayat (1) yang berbunyi: 

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat 

(4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

Dengan demikian, sangat menguatkan akan larangan perjudian melalui internet di Indonesia dengan dasar-dasar hukum yang terkutip dari pasal-pasal undan-undang ITE tahun 2008 tentang perjudian melalui internet.

Namun, Dalam sebuah jurnal yang berjudul "TINDAK PIDANA PERJUDIAN MELALUI INTERNET (INTERNET GAMBLING) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK" mengatakan tentang kelemahan akan undang-undang ITE tentang perjudian melalui internet. 

Berikut lampiran jurnal tersebut:

Perkembangan teknologi informasi dengan adanya internet, menimbulkan bentuk kejahatan baru dalam perjudian yakni perjudian melalui internet (internet gambling). Ada beberapa permasalahan yang timbul antara lain apakah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik masih dapat dapat menangani tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling).kendala-kendala yang dapat menghambat proses pembuktian tindak pidana perjudian melalui internet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dapat menangani tindak pidana perjudian melalui internet berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 45 ayat (1) undang-undang tersebut. Tindak pidana perjudian melalui internet, dilakukan melalui sistem elektronik, informasi elektronik dan dokumen elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang ITE, di samping itu alat bukti elektronik di atas dianggap sebagai perluaran alat bukti petunjuk sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, karena disetarakan sebagai alat bukti surat, sehingga pelaku perjudian melalui internet dapat dikenakan sanksi hukum pidana. Pada tindak pidana perjudian melalui internet (internet gambling), website penyelenggara perjudian melalui internet dan E-mail peserta judinya, serta sms merupakan bagian dari informasi elektronik, sehingga dapat dikategorikan sebagai salah satu alat bukti yang sah secara hukum, dalam hal ini alat bukti petunjuk. Ada beberapa kendala dalam menemukan alat bukti tersebut, berdasarkan Pasal 43 ayat (3) Undang-Undang ITE, penggeledahan dan/atau penyitaan sistem elektronik serta penangkapan dan penahanan pelaku cyber crime harus dilakukan atas izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu satu kali dua puluh empat jam, hal ini sulit untuk diwujudkan, karena tidak dimungkinkan mendapatkan surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat untuk melakukan hal termaksud dalam waktu yang sangat singkat itu. Terlebih lagi belum ada peraturan pemerintah atas undang-undang tersebut. Oleh karena itu ketentuan di atas menjadi salah satu kendala dalam menangani kasus perjudian melalui internet ini. 

Dapat kita simpulkan, untuk menangani perjudian melalui internet ini masih memerlukan bantuan dari berbagai pihak, temasuk kesadaran masyarakat untuk tidak melakukan perjudian bagaimanapun bentuknya.

Terima Kasih Telah Mengunjungi Blog Saya, Salam Bloger. ^_^

1 comments:

 
Toggle Footer