Thursday, October 24, 2013

UU ITE DI INDONESIA

8:41 PM




Berikut Dibawah ini adalah UU ITE di indonesia





UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA


Menimbang : 

a. bahwa   pembangunan   nasional   adalah   suatu   proses   yang   berkelanjutan   yang   harus 
senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;

b. bahwa   globalisasi   informasi   telah   menempatkan   Indonesia   sebagai   bagian   dari
masyarakat   informasi  dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan   Informasi   dan   Transaksi   Elektronik   di   tingkat   nasional   sehingga
pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar
ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa   perkembangan   dan   kemajuan   Teknologi   Informasi   yang   demikian   pesat   telah
menyebabkan   perubahan   kegiatan   kehidupan  manusia   dalam  berbagai   bidang   yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;

d. bahwa   penggunaan   dan   pemanfaatan  Teknologi   Informasi   harus   terus   dikembangkan
untuk   menjaga,   memelihara,   dan   memperkukuh   persatuan   dan   kesatuan   nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;

e. bahwa   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   berperan   penting   dalam  perdagangan   dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa   pemerintah   perlu   mendukung   pengembangan   Teknologi   Informasi   melalui
infrastruktur   hukum   dan   pengaturannya   sehingga   pemanfaatan   Teknologi   Informasi
dilakukan   secara   aman   untuk  mencegah   penyalahgunaannya   dengan  memperhatikan
nilai-nilai agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf  d,  huruf  e,  dan huruf   f,  perlu membentuk Undang-Undang  tentang  Informasi  dan
Transaksi Elektronik;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi  Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik,   termasuk  tetapi   tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan,  foto,  electronic data  interchange
(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,  telecopy atau sejenisnya, huruf,
tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau
dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi   Elektronik   adalah   perbuatan   hukum  yang   dilakukan   dengan  menggunakan
Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima,   atau   disimpan   dalam  bentuk   analog,   digital,   elektromagnetik,   optikal,   atau
sejenisnya,   yang   dapat   dilihat,   ditampilkan,   dan/atau   didengar  melalui  Komputer   atau
Sistem  Elektronik,   termasuk   tetapi   tidak   terbatas   pada   tulisan,   suara,   gambar,   peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi
yang   memiliki   makna   atau   arti   atau   dapat   dipahami   oleh   orang   yang   mampu
memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan,  mengumpulkan,  mengolah,  menganalisis,  menyimpan,  menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.

6. Penyelenggaraan   Sistem   Elektronik   adalah   pemanfaatan   Sistem   Elektronik   oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

7. Jaringan Sistem Elektronik adalah  terhubungnya dua Sistem Elektronik atau  lebih, yang
bersifat tertutup ataupun terbuka.

8. Agen   Elektronik   adalah   perangkat   dari   suatu   Sistem   Elektronik   yang   dibuat   untuk
melakukan suatu  tindakan  terhadap suatu  Informasi  Elektronik  tertentu secara otomatis
yang diselenggarakan oleh Orang.

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik   dan   identitas   yang  menunjukkan   status   subjek   hukum  para   pihak   dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.

10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai  pihak
yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

11. Lembaga   Sertifikasi   Keandalan   adalah   lembaga   independen   yang   dibentuk   oleh
profesional   yang   diakui,   disahkan,  dan  diawasi   oleh Pemerintah  dengan  kewenangan
mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik  yang
dilekatkan,   terasosiasi  atau  terkait  dengan  Informasi  Elektronik  lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang  terasosiasikan atau  terkait  dengan Tanda
Tangan Elektronik.

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang
melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri
atau dalam jaringan.

16. Kode Akses adalah angka,  huruf,  simbol,  karakter  lainnya atau kombinasi  di  antaranya,
yang  merupakan   kunci   untuk   dapat  mengakses  Komputer  dan/atau  Sistem Elektronik
lainnya.

17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.

18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik.

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dari Pengirim.

20. Nama  Domain   adalah   alamat   internet   penyelenggara   negara,  Orang,   Badan  Usaha,
dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang
berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.

21. Orang adalah orang perseorangan,  baik warga negara  Indonesia,  warga negara asing,
maupun badan hukum.

22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.


Pasal 2

Undang-Undang   ini   berlaku   untuk   setiap   Orang   yang   melakukan   perbuatan   hukum 
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia
maupun di   luar  wilayah hukum  Indonesia,   yang memiliki  akibat  hukum  di  wilayah hukum
Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi   Informasi  dan Transaksi  Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas
kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau
netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran
dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan   rasa   aman,   keadilan,   dan   kepastian   hukum   bagi   pengguna   dan
penyelenggara Teknologi Informasi.


BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan
alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   dan/atau   hasil   cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat   (1)  merupakan perluasan dari  alat  bukti  yang sah
sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   dinyatakan   sah   apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai   Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b. surat   beserta   dokumennya   yang  menurut  Undang-Undang   harus   dibuat   dalam
bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam   hal   terdapat   ketentuan   lain   selain   yang   diatur   dalam   Pasal   5   ayat   (4)   yang
mensyaratkan bahwa suatu  informasi  harus berbentuk  tertulis atau asli,   Informasi  Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak,  memperkuat  hak yang  telah ada,  atau menolak hak
Orang   lain   berdasarkan   adanya   Informasi   Elektronik   dan/atau  Dokumen   Elektronik   harus
memastikan   bahwa   Informasi  Elektronik   dan/atau  Dokumen  Elektronik   yang   ada   padanya
berasal   dari  Sistem Elektronik   yang  memenuhi   syarat   berdasarkan  Peraturan  Perundang-
undangan.

Pasal 8

(1) Kecuali   diperjanjikan   lain,   waktu   pengiriman   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau
Dokumen   Elektronik   ditentukan   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen
Elektronik   telah   dikirim  dengan   alamat   yang   benar   oleh  Pengirim  ke   suatu  Sistem
Elektronik   yang   ditunjuk   atau   dipergunakan   Penerima   dan   telah  memasuki   Sistem
Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali   diperjanjikan   lain,   waktu   penerimaan   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau
Dokumen   Elektronik   ditentukan   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen
Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima
Informasi   Elektronik,   penerimaan   terjadi   pada   saat   Informasi   Elektronik   dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman
atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.

Pasal 9

Pelaku   usaha   yang   menawarkan   produk   melalui   Sistem   Elektronik   harus   menyediakan
informasi  yang  lengkap dan benar  berkaitan dengan syarat  kontrak,  produsen,  dan produk
yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi  Elektronik dapat  disertifikasi
oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan   mengenai   pembentukan   Lembaga   Sertifikasi   Keandalan   sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data   pembuatan   Tanda   Tangan   Elektronik   terkait   hanya   kepada   Penanda
Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat  proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
d. segala   perubahan   terhadap   Informasi   Elektronik   yang   terkait   dengan   Tanda
Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat   cara   tertentu   yang   dipakai   untuk   mengidentifikasi   siapa
Penandatangannya; dan
f. terdapat   cara   tertentu   untuk   menunjukkan   bahwa   Penanda   Tangan   telah
memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda   Tangan   harus  menerapkan   prinsip   kehati-hatian   untuk  menghindari
penggunaan secara  tidak sah  terhadap data  terkait  pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;
c. Penanda   Tangan   harus   tanpa   menunda-nunda,   menggunakan   cara   yang
dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang
layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang
oleh   Penanda   Tangan   dianggap  memercayai   Tanda   Tangan  Elektronik   atau
kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda   Tangan  mengetahui   bahwa   data   pembuatan   Tanda   Tangan
Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko
yang   berarti,   kemungkinan   akibat   bobolnya   data   pembuatan   Tanda
Tangan Elektronik; dan
d. dalam  hal   Sertifikat   Elektronik   digunakan   untuk  mendukung   Tanda   Tangan
Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua
informasi  yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13

(1) Setiap  Orang   berhak  menggunakan   jasa  Penyelenggara  Sertifikasi  Elektronik   untuk
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda Tangan
Elektronik dengan pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik   Indonesia   berbadan   hukum   Indonesia   dan
berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus terdaftar
di Indonesia.
(6)     Ketentuan   lebih   lanjut   mengenai   Penyelenggara   Sertifikasi   Elektronik   sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sampai
dengan ayat   (5)  harus menyediakan  informasi  yang akurat,   jelas,  dan pasti  kepada setiap
pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan
Elektronik; dan
c. hal   yang   dapat   digunakan   untuk  menunjukkan   keberlakuan   dan   keamanan   Tanda
Tangan Elektronik.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus   menyelenggarakan Sistem Elektronik
secara   andal   dan   aman   serta   bertanggung   jawab   terhadap   beroperasinya   Sistem
Elektronik sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya.
(3) Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   tidak   berlaku   dalam   hal   dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang  tidak ditentukan  lain oleh undang-undang  tersendiri,  setiap Penyelenggara
Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan
minimum sebagai berikut:
a. dapat  menampilkan kembali   Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
secara   utuh   sesuai   dengan  masa   retensi   yang   ditetapkan   dengan  Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat   melindungi   ketersediaan,   keutuhan,   keotentikan,   kerahasiaan,   dan
keteraksesan   Informasi   Elektronik   dalam  Penyelenggaraan   Sistem  Elektronik
tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan
Sistem Elektronik tersebut;
d. dilengkapi   dengan  prosedur   atau   petunjuk   yang   diumumkan   dengan   bahasa,
informasi,   atau   simbol   yang   dapat   dipahami   oleh   pihak   yang   bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan   lebih   lanjut   tentang   Penyelenggaraan   Sistem   Elektronik   sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi  Elektronik dapat  dilakukan dalam  lingkup publik ataupun
privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib   beriktikad   baik   dalam   melakukan   interaksi   dan/atau   pertukaran   Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  penyelenggaraan Transaksi  Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki  kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi  Transaksi
Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional,
hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa
yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak  tidak melakukan pilihan  forum sebagaimana dimaksud pada ayat  (4),
penetapan  kewenangan pengadilan,  arbitrase,  atau  lembaga penyelesaian  sengketa
alternatif   lainnya   yang   berwenang  menangani   sengketa   yang  mungkin   timbul   dari
transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang
disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali   ditentukan   lain   oleh   para   pihak,   Transaksi   Elektronik   terjadi   pada   saat
penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat  melakukan Transaksi  Elektronik sendiri,  melalui  pihak
yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika   dilakukan   sendiri,   segala   akibat   hukum   dalam   pelaksanaan   Transaksi
Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan
Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi  Elektronik  disebabkan gagal  beroperasinya Agen Elektronik
akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat
hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi  Elektronik  disebabkan gagal  beroperasinya Agen Elektronik
akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung
jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (2)   tidak   berlaku   dalam   hal   dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik
yang   dioperasikannya   yang   memungkinkan   penggunanya   melakukan   perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
 DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23

(1) Setiap   penyelenggara   negara,  Orang,   Badan   Usaha,   dan/atau  masyarakat   berhak
memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat,
dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara,  Orang,  Badan Usaha,  atau masyarakat  yang dirugikan
karena   penggunaan   Nama   Domain   secara   tanpa   hak   oleh   Orang   lain,   berhak
mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.
(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat, Pemerintah
berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di   luar  wilayah  Indonesia dan Nama Domain
yang   diregistrasinya   diakui   keberadaannya   sepanjang   tidak   bertentangan   dengan
Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan  lebih  lanjut  mengenai  pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25 

Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik  yang disusun  menjadi  karya  intelektual,
situs  internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak Kekayaan
Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


Pasal 26 

(1)   Kecuali   ditentukan   lain   oleh   Peraturan   Perundang-undangan,   penggunaan   setiap
informasi  melalui  media   elektronik   yang  menyangkut   data   pribadi   seseorang   harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap  Orang   yang   dilanggar   haknya   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   dapat
mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27 

(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/atau 
mentransmisikan dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik dan/atau 
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/atau 
mentransmisikan dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik dan/atau 
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/atau 
mentransmisikan dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik dan/atau 
Dokumen Elektronik  yang memiliki  muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama 
baik.
(4) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   mendistribusikan   dan/atau 
mentransmisikan dan/atau membuat  dapat  diaksesnya  Informasi  Elektronik dan/atau 
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   menyebarkan   berita   bohong   dan 
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan  tanpa hak menyebarkan  informasi  yang ditujukan 
untuk  menimbulkan   rasa   kebencian   atau   permusuhan   individu   dan/atau   kelompok 
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap  Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak  mengirimkan   Informasi  Elektronik   dan/atau
Dokumen  Elektronik   yang   berisi   ancaman   kekerasan   atau  menakut-nakuti   yang   ditujukan
secara pribadi.

Pasal 30 

(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum  mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum  mengakses
Komputer   dan/atau   Sistem  Elektronik   dengan   cara   apa   pun   dengan   tujuan   untuk
memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum  mengakses
Komputer   dan/atau   Sistem   Elektronik   dengan   cara   apa   pun   dengan   melanggar,
menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan
intersepsi   atau   penyadapan   atas   Informasi  Elektronik   dan/atau  Dokumen  Elektronik
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap   Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau   melawan   hukum   melakukan
intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu
milik  Orang   lain,   baik   yang   tidak  menyebabkan   perubahan   apa   pun  maupun   yang
menyebabkan   adanya   perubahan,   penghilangan,   dan/atau   penghentian   Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali   intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang
dilakukan   dalam  rangka   penegakan   hukum  atas   permintaan   kepolisian,   kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan  tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun   mengubah,   menambah,   mengurangi,   melakukan   transmisi,   merusak,
menghilangkan,  memindahkan,  menyembunyikan suatu  Informasi  Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan  tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa
pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.
(3) Terhadap   perbuatan   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   yang   mengakibatkan
terbukanya   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   yang   bersifat
rahasia   menjadi   dapat   diakses   oleh   publik   dengan   keutuhan   data   yang   tidak
sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa
pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektronik
menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34 

(1) Setiap  Orang   dengan   sengaja   dan   tanpa   hak   atau  melawan   hukum memproduksi,
menjual,  mengadakan untuk digunakan,  mengimpor,  mendistribusikan,  menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat   keras   atau   perangkat   lunak   Komputer   yang   dirancang   atau   secara
khusus   dikembangkan   untuk   memfasilitasi   perbuatan   sebagaimana   dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang ditujukan
agar   Sistem   Elektronik   menjadi   dapat   diakses   dengan   tujuan   memfasilitasi
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan untuk
melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk perlindungan Sistem
Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan  tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan,  perubahan,  penghilangan,  pengrusakan  Informasi  Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik   dengan   tujuan   agar   Informasi  Elektronik   dan/atau  Dokumen  Elektronik   tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan  tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana   dimaksud   dalam  Pasal   27   sampai   dengan   Pasal   34   yang  mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem Elektronik
yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.


BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38

(1) Setiap  Orang   dapat  mengajukan   gugatan   terhadap   pihak   yang  menyelenggarakan
Sistem   Elektronik   dan/atau   menggunakan   Teknologi   Informasi   yang   menimbulkan
kerugian.
(2) Masyarakat   dapat   mengajukan   gugatan   secara   perwakilan   terhadap   pihak   yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat  merugikan  masyarakat,   sesuai   dengan   ketentuan   Peraturan   Perundang-
undangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa
alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi  pemanfaatan Teknologi   Informasi  dan Transaksi  Elektronik
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala  jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan   Informasi   Elektronik   dan   Transaksi   Elektronik   yang   mengganggu
ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan  instansi  atau  institusi  yang memiliki  data elektronik strategis
yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen
Elektronik dan  rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat  data
tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik dan
rekam   cadang   elektroniknya   sesuai   dengan   keperluan   perlindungan   data   yang
dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat  dapat   berperan meningkatkan  pemanfaatan Teknologi   Informasi  melalui
penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi  Elektronik sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan melalui
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat   (2) dapat  memiliki   fungsi  konsultasi  dan
mediasi.


BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42

Penyidikan   terhadap   tindak   pidana   sebagaimana   dimaksud   dalam   Undang-Undang   ini,
dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang  tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan   penyidikan   tindak   pidana   di   bidang   Teknologi   Informasi   dan   Transaksi
Elektronik.
(2) Penyidikan   di   bidang   Teknologi   Informasi   dan   Transaksi   Elektronik   sebagaimana
dimaksud   pada   ayat   (1)   dilakukan   dengan  memperhatikan   perlindungan   terhadap
privasi,   kerahasiaan,  kelancaran  layanan publik,   integritas data,  atau keutuhan data
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan   dan/atau   penyitaan   terhadap   sistem  elektronik   yang   terkait   dengan
dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
(4)   Dalam melakukan  penggeledahan dan/atau penyitaan  sebagaimana  dimaksud pada
ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. menerima  laporan atau pengaduan dari  seseorang  tentang adanya  tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
b. memanggil   setiap  Orang   atau   pihak   lainnya   untuk   didengar   dan/atau   diperiksa
sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di
bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. melakukan   pemeriksaan   atas   kebenaran   laporan   atau   keterangan   berkenaan
dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga
melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan   pemeriksaan   terhadap   alat   dan/atau   sarana   yang   berkaitan   dengan
kegiatan   Teknologi   Informasi   yang   diduga   digunakan   untuk  melakukan   tindak
pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

f. melakukan   penggeledahan   terhadap   tempat   tertentu   yang   diduga   digunakan
sebagai   tempat  untuk melakukan  tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-
Undang ini;
g. melakukan   penyegelan   dan   penyitaan   terhadap   alat   dan   atau   sarana   kegiatan
Teknologi   Informasi  yang diduga digunakan secara menyimpang dari  ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
h. meminta bantuan ahli  yang diperlukan dalam penyidikan  terhadap  tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan  tindak pidana berdasarkan Undang-Undang
ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum
wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali dua
puluh empat jam.
(7) Penyidik  Pegawai  Negeri  Sipil   sebagaimana   dimaksud   pada   ayat   (1)   berkoordinasi
dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik,
penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi informasi dan
alat bukti.

Pasal 44

Alat  bukti penyidikan,  penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan
b. alat bukti  lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3).


BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat   (2)  dipidana dengan pidana penjara paling  lama 6  (enam)   tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling  lama 6  (enam)   tahun dan/atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling  lama 7  (tujuh)   tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat
(2) dipidana dengan pidana   penjara paling  lama 10 (sepuluh)  tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49 

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana dengan
pidana   penjara   paling   lama   10   (sepuluh)   tahun   dan/atau   denda   paling   banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana
dengan   pidana   penjara   paling   lama   10   (sepuluh)   tahun   dan/atau   denda   paling   banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1)   Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2)   Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut
kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari
pidana pokok.
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan   terhadap   Komputer   dan/atau   Sistem  Elektronik   serta   Informasi   Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk layanan
publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37
ditujukan   terhadap   Komputer   dan/atau   Sistem  Elektronik   serta   Informasi   Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk dan
tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga
internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal ancaman pidana
pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal
37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.


BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53

Pada   saat   berlakunya   Undang-Undang   ini,   semua   Peraturan   Perundang-undangan   dan
kelembagaan   yang   berhubungan   dengan   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   yang   tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.


BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Peraturan   Pemerintah   harus   sudah   ditetapkan   paling   lama   2   (dua)   tahun   setelah
diundangkannya Undang-Undang ini.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


                                                                                       Disahkan di Jakarta 
                                                                                       pada tanggal 21 April 2008 

                                                                                       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

                                                                                                                     ttd

                                                                                       DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
                REPUBLIK INDONESIA,

                               ttd
                   ANDI MATTALATA




LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58



Salinan sesuai dengan aslinya

DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
    BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,

         
            MUHAMMAD SAPTA MURTI




PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


I. UMUM
Pemanfaatan Teknologi   Informasi,  media,  dan komunikasi   telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas  (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi  bagi  peningkatan kesejahteraan,  kemajuan,  dan peradaban manusia,  sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum
siber  atau  cyber law,  secara  internasional  digunakan untuk  istilah hukum yang  terkait  dengan pemanfaatan teknologi   informasi   dan   komunikasi.   Demikian   pula,   hukum  telematika   yang merupakan   perwujudan   dari konvergensi  hukum  telekomunikasi,  hukum media,  dan hukum informatika. Istilah  lain yang  juga digunakan adalah hukum  teknologi  informasi  (law of   information  technology), hukum dunia maya (virtual world  law),  dan hukum mayantara.   Istilah-istilah   tersebut   lahir  mengingat   kegiatan   yang   dilakukan  melalui   jaringan   sistem komputer  dan sistem komunikasi  baik dalam  lingkup lokal  maupun global   (Internet)  dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi  elektronik.  Perangkat  lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi  yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi   informasi  yang berbasis  jaringan  telekomunikasi  dan media elektronik,  yang berfungsi  merancang, memproses,  menganalisis,  menampilkan,   dan  mengirimkan   atau  menyebarkan   informasi   elektronik.  Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam  suatu bentuk  organisasi  dan manajemen  sesuai  dengan karakteristik   kebutuhan pada organisasi tersebut  dan sesuai  dengan  tujuan peruntukannya.  Pada sisi yang lain,  sistem  informasi  secara  teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat   lunak,   prosedur,   sumber   daya  manusia,   dan   substansi   informasi   yang   dalam  pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.

Sehubungan   dengan   itu,   dunia   hukum  sebenarnya   sudah   sejak   lama  memperluas   penafsiran   asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan  yang  lebih  luas   terjadi   pada  bidang  keperdataan  karena  transaksi  elektronik  untuk   kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional.   Kenyataan   ini  menunjukkan   bahwa   konvergensi   di   bidang   teknologi informasi,  media,   dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat  dikategorikan sebagai  tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.  Secara yuridis kegiatan pada ruang siber   tidak dapat  didekati  dengan ukuran dan kualifikasi  hukum konvensional  saja sebab  jika cara  ini  yang ditempuh akan  terlalu banyak kesulitan dan hal  yang  lolos dari  pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam  ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum  secara   nyata.   Dalam  kegiatan  e-commerce  antara   lain   dikenal   adanya   dokumen elektronik   yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi,  media,   dan   komunikasi   agar   dapat   berkembang   secara   optimal.  Oleh   karena itu,terdapat   tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di  cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial,   budaya,   dan   etika.  Untuk  mengatasi   gangguan   keamanan   dalam penyelenggaraan   sistem  secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.


II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan hukum yang berlaku
di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum
yang dilakukan di  luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun
warga negara asing atau badan hukum  Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki  akibat
hukum   di   Indonesia,   mengingat   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   untuk   Informasi   Elektronik   dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan  “merugikan kepentingan  Indonesia”  adalah meliputi   tetapi   tidak  terbatas pada
merugikan  kepentingan  ekonomi   nasional,  perlindungan  data   strategis,  harkat   dan martabat  bangsa,
pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum Indonesia.

Pasal 3
“Asas kepastian hukum”  berarti   landasan hukum bagi  pemanfaatan Teknologi   Informasi  dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengakuan
hukum di dalam dan di luar pengadilan.
“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diupayakan
untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek
yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik tidak
bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak
lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi  Elektronik  tidak  terfokus pada penggunaan  teknologi   tertentu sehingga dapat  mengikuti
perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4
Cukup jelas.

Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Huruf a
Surat  yang menurut  undang-undang harus dibuat   tertulis meliputi   tetapi   tidak  terbatas
pada   surat   berharga,   surat   yang   berharga,   dan   surat   yang   digunakan   dalam  proses
penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 6
Selama   ini   bentuk   tertulis   identik   dengan   informasi   dan/atau   dokumen   yang   tertuang   di   atas   kertas
semata,  padahal  pada hakikatnya  informasi  dan/atau dokumen dapat  dituangkan ke dalam media apa
saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya
tidak   relevan  lagi   untuk  dibedakan  sebab  Sistem Elektronik  pada  dasarnya  beroperasi   dengan   cara
penggandaan yang mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7
Ketentuan   ini   dimaksudkan   bahwa   suatu   Informasi   Elektronik   dan/atau   Dokumen   Elektronik   dapat
digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8
Cukup jelas.

Pasal 9
Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:
a. informasi   yang  memuat   identitas   serta   status   subjek   hukum  dan   kompetensinya,   baik   sebagai
produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;
b. informasi   lain   yang   menjelaskan   hal   tertentu   yang   menjadi   syarat   sahnya   perjanjian   serta
menjelaskan   barang   dan/atau   jasa   yang   ditawarkan,   seperti   nama,   alamat,   dan   deskripsi
barang/jasa.

Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi   Keandalan   dimaksudkan   sebagai   bukti   bahwa   pelaku   usaha   yang   melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari badan yang
berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi
berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Ayat (1)
Undang-Undang   ini  memberikan  pengakuan   secara   tegas   bahwa  meskipun  hanya merupakan
suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual
pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus
dipenuhi  dalam  setiap Tanda Tangan Elektronik.  Ketentuan  ini  membuka  kesempatan  seluas-
luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau proses pembuatan Tanda
Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana, dan proses
pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 12
Cukup jelas.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal  ini adalah  informasi  yang minimum harus dipenuhi  oleh
setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15
Ayat (1)
“Andal”   artinya   Sistem   Elektronik   memiliki   kemampuan   yang   sesuai   dengan   kebutuhan
penggunaannya.
“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
“Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan
spesifikasinya.
Ayat (2)
“Bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Undang-Undang   ini   memberikan   peluang   terhadap   pemanfaatan   Teknologi   Informasi   oleh
penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi   Informasi  harus   dilakukan  secara baik,  bijaksana,  bertanggung  jawab,
efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk yang dilakukan
secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku
bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat
unsur asing dan penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip atau asas
hukum perdata  internasional  yang akan ditetapkan sebagai  hukum yang berlaku pada kontrak
tersebut.
Ayat (4)
Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang dilakukan secara
elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan,
arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam hal  para pihak   tidak  melakukan pilihan  forum,  kewenangan  forum berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal
tergugat  (the   basis   of   presence)  dan   efektivitas   yang  menekankan   pada   tempat   harta   benda
tergugat berada (principle of effectiveness).

Pasal 19
Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya prosedur yang terdapat
dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara
lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification number/PIN) atau
sandi lewat (password).
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 22
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan  “fitur”  adalah  fasilitas yang memberikan kesempatan kepada pengguna
Agen   Elektronik   untuk  melakukan   perubahan   atas   informasi   yang   disampaikannya,  misalnya
fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan  intelektual  karena  tidak diperlukan pemeriksaan substantif,  seperti  pemeriksaan dalam
pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang  lain”,  misalnya melanggar merek  terdaftar, nama
badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang pada intinya merugikan
Orang lain.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara  tanpa hak” adalah pendaftaran dan
penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk menghalangi  atau menghambat
Orang  lain untuk menggunakan nama yang  intuitif  dengan keberadaan nama dirinya atau nama
produknya, atau untuk mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.

Pasal 24
Cukup jelas.

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai karya intelektual,
hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain  industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang-
Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26
Ayat (1)
Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian
dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak   pribadi  merupakan   hak   untuk  menikmati   kehidupan   pribadi   dan   bebas   dari   segala
macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan
memata-matai.
c. Hak pribadi  merupakan hak untuk mengawasi  akses  informasi   tentang kehidupan pribadi
dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 27
Cukup jelas.

Pasal 28
Cukup jelas.

Pasal 29
Cukup jelas.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Secara  teknis perbuatan  yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat   ini  dapat  dilakukan,
antara lain dengan:
a. melakukan komunikasi,  mengirimkan,  memancarkan atau sengaja berusaha mewujudkan
hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi  agar   informasi  dimaksud  tidak dapat  atau gagal  diterima oleh yang
berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi  akses Komputer  atau melarang akses ke
dalam Komputer  dengan berdasarkan  kategorisasi  atau  klasifikasi  pengguna beserta  tingkatan
kewenangan yang ditentukan.

Pasal 31
Ayat (1)
Yang   dimaksud   dengan   “intersepsi   atau   penyadapan”   adalah   kegiatan   untuk  mendengarkan,
merekam,   membelokkan,   mengubah,   menghambat,   dan/atau   mencatat   transmisi   Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang  tidak bersifat  publik,  baik menggunakan  jaringan
kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 32
Cukup jelas.

Pasal 33
Cukup jelas.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan  “kegiatan penelitian”  adalah penelitian yang dilaksanakan oleh  lembaga
penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Cukup jelas.

Pasal 37
Cukup jelas.

Pasal 38
Cukup jelas.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40
Cukup jelas.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang   dimaksud   dengan   “lembaga   yang   dibentuk   oleh  masyarakat”  merupakan   lembaga   yang
bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 42
Cukup jelas.

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang
Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis
mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.

Pasal 44
Cukup jelas.

Pasal 45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47
Cukup jelas.

Pasal 48
Cukup jelas.

Pasal 49
Cukup jelas.

Pasal 50
Cukup jelas.

Pasal 51
Cukup jelas.

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang memenuhi
unsur   sebagaimana dimaksud  dalam Pasal  27  sampai   dengan Pasal   37  yang  dilakukan  oleh
korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53
Cukup jelas.

Pasal 54
Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4843




Atas kunjungannya Saya ucapkan terima kasih, salam blogger.


0 comments:

Post a Comment

 
Toggle Footer